Kitab Kuning - Merupakan sebuah istilah yang tidak asing lagi bagi dunia pesantren. Sampai-sampai kitab kuning menjadi ciri khas yang disandang oleh Pondok Pesantren. Seluruh civitas pesantren, alumni dan simpatisan pasti tidak merasa aneh dengan Kitab Kuning. Namun, belum tentu mereka memahami apa itu sebenarnya kitab kuning, dan kenapa disebu kitab kuning. Maka menarik untuk mengangkat tema "Mengenal Istilah Kitab Kuning" yang sebenarnya ditulis berdasarkan beberapa sumber yang diolah dan tentu tambahan pengalaman dan pemahaman pribadi.
Penampakan Kitab Kuning |
Istilah Kitab Kuning
Secara historis, sampai saat ini, tidak ditemukan siapa yang pertama kali mengenalkan istilah Kitab Kuning. Namun penulis yakin, bahwa istilah ini muncul dari akulturasi budaya pesantren, bukan yang lain. Adapun penyebabnya, bisa jadi karena Kitab Kuning, bisa diartikan sebuah karya seorang ulama, yang dicetak menggunakan kertas warna kuning. Walaupun Disisi lain, ada kitab saat ini yang menggunakan kertas berwarna agak ke-cokelat-an atau bahkan telah menggunakan kertas berwarna putih. akan tetapi tetap dikatakan kitab kuning, karena melihat dari sisi sebuah karya dari seorang ulama.
Kitab Kuning, juga sering diistilahkan dengan Kitab Gundul, lantaran kitab ini tidak memiliki Syakal [Harakat], tidak memiliki tanda baca [seperti kebanyakan kitab yang dicetak modern]. Kitab kuning dengan perngertian Kitab Gundul, mungkin dibenak masyarakat umum terkesan aneh. Menarik untuk mengutip Pendapat Pengasuh Pondok Pesantren al-Anwar, KH. Maemon Zubair, yang sampai saat ini masih menjabat sebagai Penasehat PPP. Beliau pernah memberi pernyataan "Kata Kuning, yang berada setelah kata Kitab, diambil dari bahasa arab yaitu "al-Ashfar", yang direduksi dari kata Shifr, yang bermakna Kosong". Artinya, Kitab Kuning, tidak memiliki Harakat, dan tanda baca. Sehingga bisa disitilahkan dengan Kitab Gundul.
Namun didunia Pesantren, Istilah Kitab Gundul justru terkesan menantang. Karena bagaimanapun juga santri yang mampu membaca kitab dengan tanpa harakat maupun tanda baca, bisa iacungi jempol.
Kitab kuning, juga sering dikaitkan dengan Kitab Klasik, atau al-Turast al-Qadimah [karya Ulama Terdahulu]. Sehingga terkadang jika ada ulama modern yang mengarang kitab, biasanya tidak disebut kitab kuning, walaupun menggunakan kertas kuning.
Saat ini, masih banyak kita temukan beberapa toko yang menjual Kitab Kuning, walaupun sekali lagi tidak lagi menggunakan kertas berwarna kuning. Kami tidak tahu secara pasti kenapa Kitab Kuning, sudah banyak yang dicetak dengan kertas putih.
Galeri Kitab Kuning sendiri, sebagai blog yang menyediakan berbagai macam karya Ulama baik berupa Kitab dan Buku, sebenarnya menggunakan term yang berbeda dengan apa yang dipaparkan diatas. Blog ini, semacam situs penyedia Download kitab dan Buku Gratis berformat PDF, yang dapat dibaca pada perangkat seperti Smartphone, ataupun Laptop / PC. Walaupun memang sebagaian kitab yang disediakan ada yang menggunakan baground berwarna kuning, seperti pada umumnya Kitab Kuning.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka bisa disimpulkan beberapa hal :
- Kitab Kuning, adalah karya ulama terdahulu yang dicetak menggunakan ketas berwarna kuning, dengan tanpa haraat dan tanpa tanda baca
- Kitab Kuning, muncul dan timbul dari proses akulturisasi budaya Indonesia. Jadi ini asli Indonesia, dan tidak akan ditemukan di negara-negara Islam yang lain.
- Santri yang menguasai dan dapat membaca Kitab Kuning, bisa dipasikan termasuk santri yang jos dan patut diacungi jempol.
Demikian tulisan singkat ini yang bisa dibagikan, yang jelas kita perlu Mengenal Istilah Kitab Kuning, bahkan kalau bisa kita daftarkan kebadan hukum, sebagai sebuah istilah khas Indonesia. Agar tidak seperti aset budaya kita yang lain, yang hampir saja akan diakui oleh negara tetangga. Jangan sampai terjadi.
0 Response to "Mengenal Istilah Kitab Kuning"
Post a Comment